(Mimbar bebas depan gedung rektorat UNJ) |
Beragam wacana terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat-alat laboratorium senilai Rp 17 miliar yang dilakukan oleh Fakhrudin Arbah (PR III UNJ) dan Tri Mulyono (Dosen Teknik Sipil) kian gencar dibicarakan oleh mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Terbukti, puluhan mahasiswa dari pelbagai Fakultas menggelar diskusi untuk mengungkap tabir gelap tersebut di Arena Berprestasi milik Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Sosial (FIS), selasa (5/12/2011).
Pasalnya, usai penetapan yang dilakukan Kejaksaan Agung pada Kamis (1/12/2011) seakan pelaku kriminal korupsi hanya dua tersangka tersebut. Padahal, jika dikaji lebih dalam bahwa sistem yang berlaku di UNJ cenderung mendukung para pejabat melakukan korupsi dalam dunia pendidikan.
Seperti yang diungkap Dhani, mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS), bahwa kasus korupsi ini erat kaitannya dengan isu politik. Pasalnya, kasus ini terungkap karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gencar memeriksa Nazaruddin yang terjerat kasus korupsi Wisma Atlet dan pernah melakukan pelarian ke Bogota lalu ditangkap. Artinya, jika Nazaruddin tidak menjadi isu nasional dalam media, belum tentu kasus korupsi ini dapat terbongkar. Meski, proses korupsi dengan cara mark up semakin kuat di UNJ.
“Jadi, kasus ini tidak bisa terfokus pada dua tersangka tersebut,” ujarnya dalam diskusi hingga menjelang maghrib.
Tak jauh berbeda, Galih, mahasiswa FIS menambahkan, jika kasus korupsi yang membelenggu UNJ memang tak bisa hanya terfokus pada dua tersangka yang telah ditetapkan oleh Kejagung. “Ya, gue kira PR III nggak bisa menjadi pelaku tunggal dalam kasus ini,” tegasnya.
Isu pelaku tunggal korupsi ini memang terjadi setelah dua pejabat UNJ ditetapkan sebagai tersangka. Fiki yang juga Koordinator Solidaritas Pemuda Rawamangun wilayah UNJ mengungkapkan, jika mahasiswa jangan sampai terfokus pada dua tersangka. Sehingga paradigma yang bergulir adalah dua tersangka tersebut memang penjahat korupsi di UNJ.
“Jadi, kalo dua tersangka itu sudah ditahan berarti Koruptor sudah nggak ada. Dan UNJ sudah bersih dari korupsi. Gue kira paradigma ini yang harus diubah,” katanya.
Mendengar pelbagai wacana yang bergulir. Perwakilan dari Badan Eksekutif Mahasiswa UNJ mulai angkat suara. Menurutnya, sistem di keuangan di UNJ memang belum maksimal. Hal ini bisa dilihat dari minimnya transparansi dan akuntabilitas. “ini bisa menjadi evaluasi bagi para pejabat rektorat,” ungkapnya yang sempat hadir dalam diskusi sore ini.
Transparansi keuangan yang belum jelas di UNJ memang menjadi kendala. Sehingga korupsi di UNJ semakin tersistematis. Artinya, korupsi tak hanya bisa dilakukan oleh pejabat rektorat tapi hingga pejabat Dekan dan Kepala Jurusan bisa mengambil bagian aksi korupsi ini.
Terlebih, kata Avi, selaku moderator Fakultas Ekonomi, bahwa pasca ditetapkannya Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU) di UNJ yang seharusnya terdapat badan pengawasan keuangan internal dan eksternal sampai saat ini belum terealisasikan. “Gue kira sistem UNJ perlu di evaluasi dan di rombak,” tambahnya.
Seperti diketahui, jika kasus dugaan korupsi yang membelenggu Fakhrudin dan Tri Mulyono telah merugikan negara senilai Rp 5 miliar. Dan sampai berita ini di turunkan, pihak Kejagung yang di minta konfirmasi telah menyatakan, bahwa surat tembusan dua tersangka dugaan korupsi telah dikirim ke UNJ. Namun, hal ini belum ada penjelasan lebih lanjut dari pihak rektorat UNJ.
Beberapa kali media kampus coba bertemu dengan Fakhrudin. Namun, masih sulit ditemui dan tidak ada di ruang kerjanya. “Bapak lagi nggak ada mas,” ujar Sekretaris PR III UNJ di ruang kerjanya (5/12/2011).
0 comments:
Posting Komentar