Home » , , » Kisah Diana I : Terjebak sekolah

Kisah Diana I : Terjebak sekolah

Written By @Rahmandani86 on Rabu, 30 November 2011 | 19.25

Senyumnya ramah menyiratkan kebaikan budi pekerti. Namun, ada yang menarik terkait dirinya. Wataknya keras dan cepat pemarah. Hal ini pula yang membuat para teman-teman pria segan mengganggunya. Terlebih jika melihat sesuatu yang dianggapnya kurang "pas" maka wanita cantik yang memiliki nama Diana ini langsung berteriak.

Desingan mesin mobil mengiringi perjalanannya. Hampir satu jam dia berada dalam angkot tak jua tiba di sekolahnya yang memiliki status bertaraf internasional.  Penat atas kemacetan Ibukota memang tak dapat dihindari lagi. Apalagi, Pemerintah Daerah juga tengah riang gembira dalam proses pembangunan shelter Busway berikutnya. Jelas, menambah ruwet permasalah klasik Ibukota semakin klimaks.

Ditambah, peningkatan perkapita penduduk Jakarta tidak semakin menurun. Image Kota ini memang sudah terlanjur terkenal dengan pelampiasan masyarakat desa untuk mengais rezeki. Padahal, kenyataan itu tak selamanya benar. Dan justru malah menjadi jeruji yang mematikan bagi para pendatang. 

Ditengah perenungannya, Diana sempat jenuh melihat seorang penumpang membakar rokok. Sepertinya, manusia ini lupa jika kondisi dalam angkot begitu sesak dan panas. Tak banyak bicara, wanita bertubuh kecil dan tinggi melirik seorang yang kira-kira berusia 45 tahun dengan senyum sinis.

Layaknya tatapan mata elang, tajam dan siap mmenerkam. Sang perokok pun mengerti maksud dari wanita yang banyak mengenakan beberapa gelang dipergelangannya. Asap rokok telah hilang, tapi situasi tetap panas. Beruntung, posisi sekolahnya semakin terlihat. Tak lama kemudian, wanita tersebut turun dan memberikan empat lembar ribuan

Menurutnya. sekolah ini memang menarik tapi licik. Pola manajemen keuangannya kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari nihilnya transparansi dan akuntabilitas. Makanya jangan heran jika sekolah ini menggunakan pola keuangan badan layanan umum. Sebuah metode perusahaan industri yang tengah dikembang biakan dalam lembaga pendidikan.

Matanya layu melihat masa depan sekolahnya yang semakin mahal. Jalannya sengaja dipercepat. Tujuan kelulusan seketika menjadi harga mati. Maklum saja, Diana termasuk salah satu yang beruntung bisa mengecam pendidikan disana karana ada tetangga yang cukup memiliki kelebihan uang yang mau membiayainya.

Tak terasa, wanita ini telah berada tepat didepan pintu ruang kelas. Langkah kakinya lelah namun dipaksakan. Semua mata pun tertuju padanya. Sedikit melirik kearah setiap bangku yang masih kosong namun nihil. 

“Sial,” teriakan kecil itu keluar begitu saja.

Mimik wajahnya berubah kesal. Diana langsung keluar dan mulai mencari bangku di gudang sekolahnya. Kesal berubah menjadi amarah. Akalnya mulai berpikir nakal. Ketakutan berubah menjadi nyanyian kebenaran yang segera akan diungkap.

Sekilas, Diana ingin membuktikan bahwa proses pendidikan memang harus berhasil membangkitkan keberanian. Menariknya, keberanian ini muncul setelah peserta didik mulai berhasil memahami realitas sosial. Makanya cenderung aneh, jika semakin lama mengecam pendidikan tetapi justru malah takut mengungkap tabir kenyataan lingkungan sekitar. 

Saya sebagai penulis hanya berharap agar Diana tidak melakukan perilaku yang terbilang reaksioner tersebut. Namun, apa daya saya tak dapat melakukan satu hal terhadap Daiana.

Kini matanya mulai liar mencari sesosok guru, bagian Tata Usaha, dan Kepala Sekolah. Tak sengaja, dipojok gedung, salah satu pegawai bagian Tata Usaha (TU) tengah tersenyum dengan beberapa siswa asing. Melihat tersebut, Diana makin mempercepat jalannya dan menuju kearah pegawai TU.

“Maaf, bisa kita bicara sebentar?” kata wanita berparas manis. Nafasnya tersengal, urat sarafnya tak lagi kuasa menahan tekanan darah yang semakin mendidih.

“Kamu siapa?” tutur sang TU kesal karena telah terganggu dengan ulah Diana.

“Saya siswi kelas XI,” tegas wanita yang memiliki rambut lurus panjang yang hitam.

“Apa kamu tidak lihat saya sedang bicara, kamu punya etika?"

“ Saya lihat dan saya punya etika. Apakah ibu punya etika? Ujarnya kesal.

Dalam hatinya yang ada hanya sebuah kekuatan  untuk berteriak terhadap kondisi ruang kelas yang tidak berpihak padanya. Bagaimana tidak, pemasukan sekolah ini dari dana yang didapat dari siswa/i mencapai puluhan milyaran rupiah. Belum lagi, dana hibah dari beberapa pengusaha yang menanmkan sahamnya. jelas, bukan nominal yang sedikit.

Informasi yang ia dapatkan bukan sebuah kebohongan tetapi kebenaran. Hal ini pula yang membuat keberaniaannya muncul untuk bertanya kepada sang TU. Dana puluhan milyar tak sanggup untuk menambah fasilitas apalagi memperbaikinya. Parahnya lagi, justru pola hutang yang digunakan. Sebuah kebodohan yang luar biasa dalam sekolah ini.

 “Nama kamu siapa? Dan jurusan apa?” kata sang dekan

Tanpa banyak bicara. Diana langsung meninggalkan wanita tua didepannya. “Sial, kenapa harus ditanya nama dan jurusan,” ujarnya dalam hati. 

Lagi dan lagi, hak seperti ini dikaitkan dengan proses akademik di sekolah. Tipikal birokrat yang tak pernah lekang dimakan zaman. Langlah kaki Diana mulai lemah namun sambil mengambil bangku disalah satu gudang sekolah.

Ruang sekolah seakan menjadi ruang senyap bagi peserta didik. Apalagi mata pelajaran yang tengah diambilnya terkait “kewirausahaan”. Empat puluh lima menit begitu membosankan. Mengobrol, bercanda, membaca buku, menulis apa yang sedang dipikirkan menjadi kegiatan rutinnya.

Ruang kesabaran. Itulah kondisi yang tepat bagi ruang sekolah saat ini. Tak ada pendidikan, pencerdasan, yang ada hanya sebuah pemaksaan pengetahuan dari kurikulum.

(Guru wajib berdialog dengan siswa jika menemui kesulitan dengan pertanyaan bukan malah tambah sok tahu)


1 comments:

  1. WinStar World Casino Resort | Microgaming Ghana
    WinStar World Casino Resort has a long history in the 블루 벳 먹튀 entertainment sector. It is a pioneer of netteller the industry 1xbet 먹튀 and is the pci e 슬롯 perfect place to 룰렛 확률 start

    BalasHapus

SELAMAT DATANG DI ARENA DIALEKTIKA PENDIDIKAN